Lagi-lagi,
pendidikan karakter – Sobat tidak akan heran lagi jika di media cetak,
elektronik dan jaringan, banyak orang yang bercerita pendidikan
karakter. Pada umumnya sepakat bahwa pengembangan pendidikan karakter
dimulai di lingkungan kelaurga. Alasannya cukup logis, anak mulai
dibesarkan di lingkungan keluarga bersama orang tua, saudara dan anggota
keluarga lainnya.
Setelah di lingkungan keluarga, anak mulai bersosialisasi memasuki
lingkungan lain. Lingkungan lain dimaksud adalah sekolah dan lingkungan
masyarakat. Dua lingkungan ini tak kalah besar pengaruhnya terhadap
pengembangan karakter seorang anak.
Keluhan melorotnya moral anak bangsa akhir-akhir ini merupakan jawaban
akan berhasil tidaknya pengembangan pendidikan karakter di lingkungan
keluarga, pendidikan dan lingkungan masyarakat. Kenakalan remaja dan
orang tua serta kasus korupsi yang semakin meruyak akhir-akhir ini
adalah bukti nyata dari kegagalan pengembangan pendidikan karakter.
Bolos belajar, ini sifat tidak baik. Bisa merugikan diri sendiri. Hal
ini sudah diketahui sendiri oleh siswa. Begitu pula perkelahian dan
tawuran, juga tidak baik dan merugikan diri snediri. Orang tua sering
berprilaku aneh padahal ia tahu itu tidak bagus dipandang oleh
anak-anaknya. Korupsi itu haram hukumnya, korupsi itu merusak
sendi-sendi ekonomi bangsa. Pelakunya pasti tahu akan hal itu semasa
masih dalam bimbingan orang tua, semasa sekolah dan sampai ia menjadi
pejabat. Prilaku-prilaku ini jelas bukanlah karakter yang baik. Tapi
mengapa dilakukan juga secara sadar atau tidak?
Pengembangan karakter sudah dilakukan oleh pihak keluarga, sekolah, dan
lingkungannya. Malah jauh hari sebelum ada istilah ini sudah dialkukan
oleh orang tua dan nenek moyang kita dahulunya.
Barangkali, pengembangan pendidikan karakter dilakukan secara doktrin
dan pengajaran. Pendidikan karakter tidak cukup dengan dua hal tersebut.
Sebuah keluarga mengajarkan karakter yang baik kepada anak tetapi tidak
diikuti dengan keteladanan. Begitu pula di lingkungan sekolah,
pendidikan karakter masuk kurikulum dalam bentuk pengajaran namun tidak
diiringi dengan contoh dan teladan yang memadai.
Anak usia sekolah hari ini adalah pemimpin untuk masa sekian belas atau
puluh tahun yang akan datang. Jika pendidikan karakter dikembangkan
dengan metode doktrin dan pengajaran belaka, niscaya prilaku menyimpang
yang terjadi pada masa yang akan dating justru lebih parah dari hari
ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yang melakukan prilaku yang tidak
berkarakter baik adalah hasil pendidikan belasan atau puluhan tahun yang
silam.
Jadi, semua tergantung pada kita hari ini sebagai orang tua, guru, tokoh
masyarakat dan pemimpin. Quo vadis anak bangsa hari ini?