Tidak
ada untungnya dekati minuman keras (miras) atau minuamn beralkohol
(minol)! Kalimat tersebut bukan saja pernyataan penulis, tapi mungkin
juga penryataan seluruh masyarakat yang sadar akan dampak dari minuman
keras atau minuman beralkohol terhadap kesehatan ataupun kehidupan
sosialnya dikemudian hari. Tapi kenapa miras atau minol masih tetap ada
dan digemari oleh sekelompok orang? Inilah yang menjadi masalah dan
perlu perhatian seluruh lapisan masyarakat, terutama oleh pemerintah
Indonesia, agar minuman keras atau minuman beralkohol tidak lagi menjadi
perusak generasi penerus bangsa ini.
Dampak miras atau minol pada diri sendiri dan lingkungannya memang tidak
sedasyat dampak korupsi, kecuali hanya berdampak pada si pelaku yang
mengkonsumsi miras atau minol itu saja dan lingkungan si pelaku berada
(mungkin hampir sama dengan dampak narkoba). Tapi bila melihat korban
yang telah berjatuhan akibat mengkonsumsi miras atau minol dikalangan
generasi muda terutama remaja, sepertinya miras atau minol perlu
mendapat perhatian dan ketegasan berbagai pihak, terutama ketegasan
pemerintah dalam membatasi peredasan atau masuknya miras atau minol di
Indonesia. Karena jelas dan banyak terjadi bahaya miras atau minol tidak
saja pada diri si pecinta miras, tapi juga akan menimbulkan bahaya pada
lingkungannya, seperti kecelakaan yang dilakukan oleh pengemudi yang
sedang mabuk akibat miras atau minol.
Bagi masyarakat yang telah memiliki tingkat pemikiran dewasa dan matang,
serta sadar dampak dari miiras atau minol tidak perlu lagi mendapat
perhatian khusus, kecuali pada kelompok masyarakat yang belum memiliki
tingkat kesadaran dan pola pikir dewasa atau matang tentang dampak yang
akan ditimbulkan oleh miras atau minol, yiatu seperti: tingkat
masyarakat kategori remaja. Pada masyarakat kategori remaja atau muda
itulah yang perlu disosialisasikan mengenai dampak dan bahaya miras atau
minol. Jadi pada kelompok inilah perlu 'waspada akan bahaya miras dan
minol bagi remaja'. Lalu, bagaimana dengan sosialisasi terhadap orang
dewasa yang mengkonsumsi miras atau minol? Untuk sosialisasi pada
masyarakat kategori dewasa sebenarnya mereka itu telah tahu dampak dan
bahayanya miras atau minol, jadi mereka itu bukan subjek yang perlu dan
penting dalam sosialisasi dampak dan bahaya miras.
Pada tulisan ini, saya lebih setuju sosialisasi tentang bahaya miras
atau minol terhadap generasi muda (remaja) lebih digalakkan, karena pada
usia tersebut belum menyadari bahaya miras yang sebenarnya. Menurut
sumber yang pernah dan bahkan senang dengan miras atau minol, pada usia
tersebut sangat rentan dan mudah untuk mencoba hal-hal baru. Umumnya
pada kategori atau usia inilaih mereka mencoba, mulai dari gratis hingga
akhirnya membeli secara patungan (urunan) bersama teman-temannya untuk
sekedar mencari sensasi mabuk dan bergaya seperti 'jagoan koboy'. Mereka
tidak menyadari hal coba-coba itu akan menjadi suatu kebiasaan,
meskipun saya yakin setiap kelompak keluarga telah memberi tahu dan
melarang anggota keluarga mendakati atau meminum miras atau minol.
Mengacu pada pertanyaan, "Sejauh mana pemahaman masyarakat akan bahaya
miras bagi diri sendiri dan lingkungannya ?" Tentu jawabanya sederhana,
yaitu setiap keluarga pastinya sudah tahu akan bahaya miras atau minol
bagi diri sendiri dan lingkungannya. Jadi tidak mungkin rasanya seorang
ayah, ibu, kakak atau suadara yang lainnya tidak tahu dan tidak akan
memberi tahu akan bahaya miras bagi diri si peminum dan bahaya pada
lingkungannya. Meski semua keluarga secara teori telah tahu dan mengerti
bahaya miras, tetapi tetap saja masih ada yang menjadi korban dari
miras. Entah itu berusia remaja ataupun yang telah dewasa.
Untuk mencegah bahaya miras atau minol, hal terbaik yang perlu dilakukan
adalah pada ruang lingkup keluarga dan aturan tegas pemerintah mengenai
pelarangan peredaran miras atau minol. Pada ruang lingkup keluarga,
kondisi atau keadaan keluarga sangat menentukan terjadi atau tidaknya
anggota keluarga mendekati atau menjadi pecinta miras atau minol.
Umumnya miras atau minol menjadi alternatif pelarian bagi mereka yang
memiliki keluarga tidak harmonis atau kacau. Pertama mereka hanya
menikmati miras atau minol itu hanya sebagai pelarian dan akhirnya
menjadi kecanduan, lalu kemudian tidak menghiraukan bahaya yang akan
ditimbulkan sebelum si pecinta miras atau minol ini jatuh sakit dan
sekarat.
Tanpa perlu memberi nasehat ini dan itu bila lingkungan keluarga
harmonis dan tidak kacau, maka kemungkinan besar anggota keluaraga
tersebut tidak akan mendekati miras atau minol, apalagi mencintai miras
atau minol. Kenapa saya bisa menyimpulkan demikian? Begini, pada kondisi
keluarga harmonis, maka kehidupan beragama, sosial, bermasyarakatnya
dan lain sebagainya akan menjadi rambu yang membatasi anggota keluarga
dengan miras atau minol. Berbeda dengan keluraga yang tidak harmonis
atau kacau, tidak ada ketenangan bagi anggota keluarga tersebut, maka
kemungkinan peluang mendekati miras atau minol menjadi lebih besar.
Siapapun yang mennjadi anggota keluarga harmonis pastinya tidak perlu
mencari pelarian seperti anggota keluarga yang tidak harmonis. Jadi,
disinilah pentingnya membina keharmonisan keluarga yang tentunya
dilakukan oleh kepala keluarga (ayah dan ibu), karena pada situasi
keluargalah penentu dari terlibat atau tidaknya anggota keluarga pada
miras atau minol.