Assalamu'alaikum.
Sebuah kisah nyata dari Pesantren.
Cerita ini "Beginilah Jika Allah Swt Menurunkan Hidayah Nya" saya
dapatkan dari guru ngaji saya. Konon ada orang tua yang menitipkan anak
laki-laki kecil kepada pengasuh pesantren Alm Syech Ali Wafa. Sebut saja
namanya santri baru, yang gemar berkelahi dengan teman sebayanya.
Semenjak tinggal di pesantren si santri baru suka sekali mencuri jagung
di sekitar pesantren tempat saya ngaji. Tapi sekarang sebagian tanah
yang dulunya di tanami jagung berubah menjadi Madrasah. Syafi'i kecil
(nama kecil panggilan guru ngaji saya) dan santri baru suka sekali
membuat keributan di pesantren. Terkadang santri baru itu suka sekali
menggoda teman-temannya yang sedang mengaji di masjid yang berada di
tengah-tengah kompleks pesantren.
Disaat teman-temannya sedang belajar mengaji di masjid, santri baru
hanya berdiam diri di depan kamar yang terbuat dari bambu. Di pondok
setiap kamar bisa di isi sampai 8-10 orang. Tidak banyak yang dia
kerjakan, dia hanya duduk memandang langit dan bintang menunggu
teman-temannya selesai ngaji. Pengasuh pondok hanya bisa tersenyum
melihat tingkah laku santri barunya. Meskipun semua santri belajar al
qur'an dan kitab, tidak pernah sekalipun Syech menyuruh santri barunya
itu untuk ikut ngaji bersama. Apalagi memaksa, tidak pernah.
Menginjak usia 15 tahun, dia tetap saja bandel. Tidak pernah sekalipun
kakinya menyentuh masjid di pesantren untuk belajar ngaji. Malah dia
mempunyai kegiatan sendiri.
Pertama.
Setiap dini hari sebelum teman-temannya bangun (kira-kira jam 1-3
malam), dia mengisi kamar mandi di pesantren. Kamar mandi di pesantren
itu jumlahnya ada 9. Setiap kamar mandi, bak air kira-kira ukurannya 2,5
meter x 1 meter. Tingginya seukuran perut orang dewasa. Tiap dini hari
santri baru selalu mengisi semua kamar mandi tersebut sampai semuanya
penuh. Dan ketika teman-temannya melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar,
dia mengisi kamar mandi lagi. Intinya, tidak pernah teman-temannya
mengisi kamar mandi jika ingin mandi atau wudlu.
Kedua.
Setelah kamar mandi penuh, dia berangkat ke hutan sendirian. Dikala
teman-temannya melaksanakan sholat subuh dan mendengarkan kuliah subuh,
dia justru mencari kayu bakar. Dia mengambil ranting-ranting pohon yang
sudah tua, hanya berbekal parang. Dengan pondok jaraknya kira-kira 2-3
km dari tempat dia mencari kayu bakar. Setelah dirasa cukup di
membawanya ke sebelah dapur tempat menyimpan kayu bakar. Paling sedikit
dia harus 4-5 kali bolak balik membawa kayu bakar yang dia peroleh.
Pekerjaan ini juga di lakukan setiap hari setelah dia mengisi kamar
mandi.
Ketiga.
Selalu membalikkan sandal teman-temannya saat berada di masjid. Sandal
itu dibalik arahnya, sehingga jika teman-temannya keluar masjid langsung
memakainya dan tidak perlu di putar lagi sandalnya. Sedangkan terompa
milik pengasuh pondok di lap pakai kain basah yang sudah disucikan.
Kemudia terompa itu di bungkus dengan daun pisang agar tidak kena debu.
Hal ini setiap hari dilakukan saat dia selesai melaksanakan pekerjaan
mengisi kamar mandi dan mencari kayu bakar.
Keempat.
Setiap hari jum'at, ketika teman-temannya selesai melaksanakan sholat
jum'at dia mengepel lantai dan menjemur tikar ayaman yang terbuat dari
daun. Jika ada teman-temannya yang merasa kasihan terus membantu dia,
justru dia marah-marah. Anehnya teman-temannya disuruh baca al qur'an
atau disuruh ke sawah untuk mencari rumput buat makanan ternak. Sampai
sekarang masih ada beberapa kambing dan sapi, jika idul adha disembelih
buat Houl Akbar. Begitu seterusnya jika hari jum'at tiba.
Ok...singkat cerita, Ibu Nyai (Istrinya Syech) suatu malam ke kamar
mandi untuk mengambil wudlu. Cincin kesayangannya yang semula di taruh
di pinggir kamar mandi tiba-tiba jatuh dan masuk ke dalam saluran Septic
Tank (red=spiteng). Ke esokan harinya selesai sholat subuh pengasuh
pondok memangggil santri barunya dan menceritakan kepadanya jika cincin
Ibu Nyai jatuh. Santri itupun menyanggupi akan membongkar Septic Tank
dan berusaha akan menemukan kembali cincin Ibu Nyai.
Malam hari di saat teman-temannya tertidur, diam-diam dia membongkar
Septic Tank dan mengurasnya. Alhamdulillah cincin itu di temukan, dan
dia bergegas ke sungai untuk mandi dan membersihkan tubuhnya. Kemudian
dengan perasaan takut, dia menemui pengasuh pesantren yang kebetulan
waktu itu ada di dalam masjid bersama-sama dengan teman lainnya. Melihat
santri barunya masuk masjid, teman-temannya tertawa. Memang kejadian
yang sangat langka, karena santri baru ini paling anti untuk masuk ke
masjid. Kemudian pengasuh pondok mempersilahkan kepada semua santrinya
(termasuk guru ngaji saya) untuk meninggalkan mereka berdua.
Entah apa yang di perbincangkan sejak pagi tadi antara santri baru
dengan pengasuh pondok, tiba-tiba acara ngaji kitab untuk malam ini
diliburkan. Semua santri dibuat bingung. Tidak biasanya pengasuh pondok
meliburkan ngaji kitab, padahal beliau tidak sakit ataupun kedatangan
tamu. Semua santri di pondok disuruh mengaji sendiri di bilik bambu
(kamar pondok), tidak di perkenankan mendekati masjid apalagi masuk
masjid malam itu. Semua kegiatan termasuk sholat dan dzikir dilakukan
berjamah di dalam kamar masing-masing.
Tiba-tiba Syech (Pengasuh pondok) keluar dari rumah (dalem = istilah
pondok) dengan memakai jubah dan tongkat kesayangannya. Di belakangnya
tampak santri baru (si tukang pencari kayu bakar) sama dengan Syech
lengkap memakai jubah putih. Ratusan mata terbelalak melihat penampilan
ke 2 orang tersebut. Tak lama kemudian, Syech dan santri baru masuk ke
dalam masjid, lampu petromak di dalam masjid tidak dinyalakan dan tetap
gelap. Santri satu dengan yang lainnya saling menduga-duga, rasa heran
muncul di setiap benak mereka. Tak lama kemudia hujan turun cukup deras
dan disertai gemuruh halilintar. Diantara para santri sudah tidak tahan
menunggu Syeck dan santri baru keluar dari masjid, karena penasaran. Dan
sebagian lagi sudah tertidur pulas di kamarnya.
Suara ayam berkokok, pertanda waktu subuh sudah dekat. Para santri yang
tetap terjaga membangunkan temannya yang tidur. Suasana pondok mulai
ramai ketika para santri berebut ke kamar mandi, ada juga di antara
mereka masih bermalas-malasan. Sayup-sayup dari dalam masjid tersengar
suara kumandang Adzan, suaranya sangat menyayat hati. Apakah sang Syech
mengumandangkan Adzan subuh? Bukan ...saya hafal betul suara Syech. Lalu
siapa...yang jelas bukan Syech. Apakah itu suara santri baru ? Bukan
....saya sering becanda sama dia. mana mungkin dia bisa mengumandangkan
Adzan sampai merdu seperti itu? Mungkin seperti itulah tanya jawab di
antara penghuni pondok. Semua santri makin bingung, dan tidak percaya
jika teman barunya yang Adzan subuh.
Tak lama kemudian Syech keluar di teras masjid menyuruh anak-anak
melaksanakan sholat subuh berjamaah. Seperti biasa setelah Adzan
puji-pujian dibaca oleh semua jamaah. Dirasa semua santri sudah berada
di masjid tiba-tiba Syech berdiri, pertanda Sholat subuh dimulai.
Bukannya Syech yang menjadi Imam, malah sebaliknya santri baru itu
dengan yakin maju ke depan menuju pengimaman. "Sebuah
kemustahilan.....bagaimana bisa seorang anak yang puluhan tahun tidak
pernah menyentuh al quran dan membacanya, tidak pernah sholat wajib
ataupun sunnah, tidak pernah ngaji kitab, tidak pernah belajar ilmu-ilmu
fiqh, tiba-tiba sekarang menjadi seorang imam?" Apalagi salah satu
jamaah nya seorang Syech yang sangat di hormati. Kegaduhan mulai terjadi
sebelum sholat subuh, kemudian Syech menyuruh para santri untuk segera
merapatkan shaf nya.
Dengan suara lantang, tartil dan tajwid, santri baru itu begitu lancar
membaca al fatihah dan surah-surah pendek. Suasana pagi yang hening itu,
berubah menjadi suara tangis. Banyak diantara para santri menangis
ketika sholat subuh, dalam hati mereka melihat keagungan dan kebesaran
Allah Swt. Dimana salah satu temannya terpilih mendapatkan hidayah Nya.
Keikhlasan santri baru mengabdi kepada Syech hanya semata-mata karena
Allah Swt. Semua pekerjaan yang dilakukan sejak kecil penuh dengan
keikhlasan, tanpa dia meminta bantuan apalagi imbalan. Sebetulnya banyak
kisah-kisah yang di lakukan oleh santri baru, yang menurut manusia awan
tidak masuk akal. Jika Allah Swt sudah berkenan kepada hamba pilhanNya,
siapa yang sanggup menolak?
Beginilah Jika Allah Swt Menurunkan Hidayah Nya, bukan dengan cara atau
kemauan kita. Allah memberikan contoh kepada kita bagaimana bekerja
dengan rasa ikhlas. Jika hal ini dilakukan , akan lebih mudah bagi kita
untuk meraih limpahan hidayah Allah, kapanpun dan dimanapun kita berada.
Namun jika belum mau juga, tampaknya kita harus menderita terlebih dulu
sebelum melakukan perubahan.
Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
[Yusuf : 12]